Selasa, 16 Juni 2009

PERDA PROV, KALTIM NO 6 TAHUN 2002 TENTANG PAJAK AIR BAWAH TANAH DAN AIR PERMUKAAN UPTD KUTAI TIMUR DINAS PENDAPATAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR




DINAS PENDAPATAN PROPINSI KALIMANTAN TIMUR

UNIT PELAKSANA TEKNIS DINAS (UPTD) KUTAI TIMUR

Jalan Jendral Sudirman No. 05 Telp. : (0549) 23429, Fax. : (0549) 23429 Kode Pos : 75611

S E N G A T A

=============================================================================

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

NOMOR 06 TAHUN 2002

TENTANG

PAJAK PENGAMBILAN DAN PEMANFAATAN

AIR BAWAH TANAH DAN AIR PERMUKAAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR KALIMANTAN TIMUR

Menimbang :

a. bahwa sektor Pajak merupakan salah satu sumber pendapatan asli daerah yang dapat mendukung pembayaran pelaksanaan Otaonomi Daerah, penyelenggara pemerintahan dan pembangunan daerah;


b. bahwa dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah jo Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah, maka Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan, menjadi Pajak Propins;


c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b, perlu membentuk membentuk Peraturan Daerah tentang Pajak Pengambilan dan pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan;

Mengingat :

1. Undang-undang Nomor 25 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonomi Propinsi Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Timur (Lembaran Negara Tahun 1956 Nomor 65, Tambahan Lembaran Negara 1106);


2. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 65, Tambahan Lembaran Negara 3046);


3. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara 3839);


4. Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara 3928);


5. Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 18 tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara 4048);


6. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonomi (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara 3952);


7. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara 4138);


8. Peraturan Daerah Propinsi Kalimantan Timur Nomor 13 Tahun 1999 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil Pemerintah Propinsi Kalimantan Timur;


9. Keputusan DPRD Propinsi Kalimantan Timur Nomor 17 Tahun 2002 tentang Persetujuan Penetapan 3(tiga) buah Tancangan Peraturan Daerah Propinsi Kalimantan Timur tentang Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan, Pajak Kendaraan Bermmotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor menjadi Peraturan Daerah Propinsi Kalimantan Timur.


Dengan persetujuan

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROPINSI KALIMANTAN TIMUR

MEMUTUSKAN :


Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PAJAK PENGAMBILAN DAN PEMANFAATAN AIR BAWAH TANAH DAN AIR PERMUKAAN.


BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :

a. Daerah adalah Propinsi Kalimantan Timur;

b. Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah berserta perangkat daerah otonomi yang lain sebagai Badan Eksekutif Daerah;

c. Gubernur adalah Gubernur Kalimantan Timur;

d. Dinas Pertambangan dan Sumber Daya Mineral adalah Dinas Pertambangan dan Sumber Daya Mineral Propinsi Kalimantan Timur;

e. Dinas Pendapatan adalah Dinas Pendapatan Propinsi Kalimantan Timur;

f. Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan adalah pajak atas Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan/atau Air Permukaan untuk digunakan bagi orang pribadi atau badan, kecuali untuk keperluan dasar rumah tangga dan pertanian rakyat;

g. Wajib Pajak adalah Wajib Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan;

h. Subjek Pajak adalah orang pribadi atau badan yang dapat dikenakan Pajak Daerah;

i. Air Bawah Tanah adalah Air yang berada diperut bumi termasuk air yang muncul secara alamiah diatas permukaan tanah;

j. Masa Pajak adalah jangka waktu yang lamanya sama dengan 1 (satu) bulan takwim;

k. Masa Penetapan Pajak adalah jangka waktu yang lamanya 1 (satu) bulan takwim;

l. Pajak yang terutang adalah Pajak yang harus dibayar pada suatu saat dalam masa Pajak dalam tahun Pajak atau dalam bagian tahun pajak;

m. Air Permukaan adalah Air yang berada diatas permukaan bumi, tidak termasuk air laut.

n. Surat Pemberitahuan Pajak Daerah yang selanjutnya dapat disingkat SPTPD, adalah surat yang digunakan oleh Wajib Pajak untuk melaporkan perhitungan dan pembayaran yang terhutang menurut Peraturan Daerah ini;

o. Surat Ketetapan Pajak Daerah yang selanjutnya dapat disingkat SKPD, adalah Surat Keputusan yang menentukan besarnya jumlah pajak yang terutang;

p. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar, yang selanjutnya disingkat SKPDKB, adalah Surat Keputusan yang menentukan besarnya jumlah Pajak yang terutang, Jumlah Kredit Pajak, Jumlah Kekurangan Pembayaran Pokok Pajak, besarnya Sanksi Administrasi dan jumlah yang masih harus dibayar;

q. Surat Setoran Pajak Daerah yang selanjutnya dapat disingkat SSPD adalah surat yang digunakan oleh Wajib Pajak untuk melakukan pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang ke Kas daerah atau ke tempat lain yang ditetapkan oleh Gubernur;

r. Surat Tagihan Pajak Daerah yang selanjutnya dapat disingkat STPD adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan atau sanksi administrasi berupa bunga atau denda;

s. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan, yang selanjutnya disingkat SKPDKBT adalah surat keputusan yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan;

t. Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar, yang selanjutnya disingkat SKPDLB adalah surat keputusan yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar dari pajak yang terutang atau tidak seharusnya terutang;

u. Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil, yang selanjutnya disingkat SKPDN adalah surat keputusan yang menentukan jumlah pajak yang terutang sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak;

v. Putusan Banding adalah putusan Badan Penyelesaian Sengketa Pajak atas banding terhadap Surat Keputusan Keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak;

w. Surat Keputusan Keberatan adalah Surat Keputusan atas keberatan tgerhadap Surat Ketetapan Pajak Daerah, Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar, Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil atau terhadap pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga yang diajukan oleh Wajib Pajak;

x. Surat Keputausan Pembentukan adalh Surat Keputusan untuk membetulkan kesalahan tulis, kesalahan hitung dan atau kekeliruan dalam penetapan Peraturan Daeah ini yang terdapat dalam SKPD, SKPDKB, SKPDKBT, SKPDLB, SKPDN atau STPD;

y. Pemeriksaan adalah serangkaian untuk mencari, mengumpulkan dan mengolah data dan atau keterangan lainnya dalam rangka pengawasan kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan Daerah berdasarkan Peraturan Daerah ini;

z. Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan Daerah adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disebut Penyidik, untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana di bidang perpajakan Daerah yang terjadi serta menemukan tersangkanya.

BAB II

NAMA, OBJEK DAN SUBJEK PAJAK

Pasal 2

Setiap pengambilan, pemanfaatan, pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan/atau air permukaan di daerah dipungut pajak dengan nama Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan.

Pasal 3

Objek Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan adalah :

1. Pengambilan air bawah tanah dan/atau air permukaan;

2. Pemanfaatan air bawah tanah dan/atau air permukaan;

3. Pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan/atau air permukaan.

Pasal 4

Dikecualikan dari objek Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Pemukaan adalah :

1. Pengambilan, atau pemanfaatan, atau pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan/atau air permukaan oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah;

2. Pengambilan, atau pemanfaatan, atau pengambilan dan pemanfaatan Air Permukaan, oleh Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah yang khusus didirikan untuk menyelenggarakan usaha eksploitasi dan pemeliharaan pengairan serta mengusahakan air dan sumber-sumber air;

3. Pengambilan, atau pemanfaatan, atau pengambilan dan pemanfaatan Air Bawah Tanah dan/atau Air Permukaan untuk kepentingan pengairan pertanian rakyat;

4. Pengambilan, atau pemanfaatan, atau pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan/atau air permukaan untuk keperluan dasar rumah tangga, tumah ibadah dan badan sosial lainnya..

Pasal 5

(1) Subjek Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan adalah orang pribadi atau badan yang mengambil, atau memanfaatkan, atau mengambil dan memanfaatkan air bawah tanah dan/atau air permukaan;

(2) Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang mengambil, atau memanfaatkan, atau mengambil dan memanfaatkan air bawah tanah dan/atau air permukaan.

BAB III

DASAR PENGENAAN, TARIF DAN CARA PENGHITUNGAN PAJAK

Pasal 6

(1) Dasar pengenaan Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan adalah nilai perolehan air;

(2) Nilai perolehan air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dinyatakan dalam rupiah yang dihitung menurut sebagaian atau seluruh faktor-faktor :

a. Jenis sumber air;

b. Lokasi sumber air;

c. Tujuan pengambilan dan/atau pemanfaatan air;

d. Volume air yang diambil atau dimanfaatkan, atau diambil dan dimanfaatkan;

e. Kualitas air;

f. Luas areal tempat pengambilan dan/atau pemanfaatan air;

g. Musim pengambilan atau pemanfaatan, atau pengambilan dan pemanfaatan air;

h. Tingkat kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh pengambilan, atau pemanfaatan, atau pengambilan dan pemanfaatan air.

(3) Cara perhitungan nilai perolehan air sebagaimana dinaksud dalam ayat (2) adalah mengalikan volume air yang diambil dengan sebagaian atau seluruh factor-faktor nilai perolehan air yang lain;

(4) Nilai perolehan air sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) ditetapkan oleh Gubernur secara periodik paling lambat setiap tahun sekali berdasarkan faktor-faktor sebagaimana dimaksud dalam ayat (2);

(5) Besarnya nilai perolehan air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sepanjang digunakan untuk kegiatan Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah yang memberikan pelayanan public, pertambangan minyak bumi dan gas alam ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri dengan pertimbangan Menteri Keuangan.

Pasal 7

(1) Volume air sebagaimana dimaksud pada Pasal 6 ayat (3) berdasarkan catatan meteran air dan atau alat ukur lainnya;

(2) Meter air atau alat ukur lainnya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib dipasang pada setiap tempat pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah atau air permukaan;

(3) Penetapan volume pengambilan dan pemangaatan air bawah tanah dan air permukaan diatur lebih lanjut oleh Kepala Dinas Pertambangan dan Sumber Daya Mineral.

Pasal 8

Tarif Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah Air Permukaan ditetapkan sebagai berikut :

a. Air Bawah Tanah sebesar 20% (dua puluh persen);

b. Air Permukaan sebesar 10% (sepuluh persen)

Pasal 9

(1) Besarnya pokok Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan yant tertuang dihitung dengan cara mengalikan gtarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dengan dasar pengenaan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6;

(2) Khusus Badan Usaha Milik Negara yang bergerak dibidang ketenagalistrikan untuk kemanfaatan umum yang tarifnya ditetapkan oleh Pemerintah sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku, maka pokok pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diperhitungkan dalam harga jual listrik di Daerah yang dijangkau oleh system pasokan tenaga listrik yang berlaku.

BAB IV

KEWENAGAN DAN WILAYAH PEMUNGUTAN

Pasal 10

(1) Gubernur mempunyai kewenangan pemungutan Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan;

(2) Pelaksanaan kewenangan pemungutan Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan oleh Dinas Pendapatan.

Pasal 11

Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan yang terutang dipungut diwilayah Daerah tempat air berada.

BAB V

MASA PAJAK, SAAT PAJAK TERUTANG

DAN SURAT PEMBERITAHUAN PAJAK DAERAH

Pasal 12

1) Masa Pajak adalah jangka waktu yang lamanya 1(satu) bulan takwim;

2) Masa penetapan pajak adalah jangka waktu yang lamanya 1(satu) bulan takwim.

Pasal 13

Pajak yang terutang adalah pajak yang harus dibayar pada suatu saat dalam Masa Pajak, dalam Tahun Pajak atau dalam bagian Tahun Pajak.

Pasal 14

(1) Setiap Wajib Pajak wajib mengisi SPTPD ;

(2) SPTPD sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus diisi dengan jelas, benar dan lengkap serta ditandatangai oleh wajib Pajak atau kuasanya;

(3) SPTPD sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) harus disampaikan kepada Dinas Pendapatan paling lambat 7 (tujuh) hari setelah diterima oleh Wajib pajak:

(4) Bentuk dan isi SPTPD ditetapkan oleh Gubernur.

BAB VI

TATA CARA PENETAPAN VOLUME AIR DAN KETETAPAN PAJAK

Pasal 15

(1) Volume air diambil sebagaimana dimaksud pada Pasal 7 ditetapkan setiap bulan takwim;

(2) Apabila terjadi perubahan data, volume sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib melaporkan kepada Dinas Pertambangan dan Sumber Daya Meneral.

Pasal 16

(1) Berdasarkan data volume air sebagaimana dimaksud pada Pasal 15 ditetapkan pajak terutang dengan SKPD;

(2) Bentuk dan isi SKPD sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh Gubernur Cq. Dinas Pendapatan.

Pasal 17

(1) Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah saat terhutangnya pajak, Gubernur Cq. Dinas Pendapatan dapat menerbitkan :

a. SKPDKB dalam hal :

1. Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain, pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar;

2. Apabila SPTPD tidak disampaikan kepada Gubernur Cq. Dinas Pendapatan dalam jangka waktu tertentu dan setelah ditegur secara tetulis;

3. Apabila kewajiban mengisi SPTPD tifdak terpenuhi, pajak yang terutang dihitung secara jabatan.

b. SKPDKBT apabila ditemukan data baru dan atau data yang semula belum terungkap yang menyebabkan penambahan jumlah pajak yang terutang;

c. SKPDN apabila jumlah pajak yang tertutang sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.

(2) Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam SKPDKB sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a angka 1 dan angka 2 dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak saat terhutangnya pajak;

(3) Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam SKPDKBT sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 (satu) huruf b dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah kekurangan pajak tersebut;

(4) Kenaikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) tidak dikenakan apabila Wajib Pajak melaporkan sendiri sebelum dilakukan tindakan pemeriksaan;

(5) Jumlah pajak yang terutang dalam SKPDKB sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a angka 3 dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari pokok pajak yang kurang atau terlambat bayar untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak saat terutangnya pajak

BAB VII

TATA CARA PEMBAYARAN DAN PENAGIHAN

Pasal 18

(1) Surat Ketetapan Pajak Daerah, Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan, Surat Tagihan Pajak Daerah, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, dan Putusan Banding yang meyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah harus dilunasi dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak tanggal diterbitkan;

(2) Pajak yang tertutang berdasarkan SKPD, SKPDKB, SLPDKBT, STPD, Surat Keputusan Pembentulan, Surat Keputusan Keberatan dan Putusan Banding yang tidak atau kurang dibayar dapat ditagih dengan surat paksa;

(3) Penagihan pajak dengan surat paksa dilaksanakan berdasarkan peraturan perudang-undangan yang berlaku.

BAB VIII

PEMBETULAN, PEMBATALAN, PENGURANGAN KETETAPAN

PAJAK DAN PENGURANGAN ATAU PENGHAPUSAN

SANKSI ADMINISTRASI

Pasal 19

(1) Gubernur atau pejabat yang ditunjuk karena jabatan atau atas permohonan Wajib Pajak dapat mebentulkan SKPD atau SKPDKB atau SKPDKBT atau SKPDN atau STPD yang dalam penerbitannya terdapat kesalahan tulis,kesalahan hitung dan atau kekeliruan dalam peraturan perundang-undangan perpajakan daerah ;

(2) Gubernur atau pejabat yang ditunjuk dapat ;

a. Membatalkan atau mengurangkan keetapan pajak yang tidak benar;

b. Mengurangkan atau menghapuskan sanksi admnistrasi berupa kenaikan dan bunga, pajak yang terutang menurut peraturan perudang-undangan perpajakan daerah, dalam hal ini sanksi tersebut dikarenakan kehilafan atau bukan karena kesalahannya.

(3) Tata cara pembatalan atau pengurangan ketetapan pajak dan pengurangan atau penghapusan sanksi admi;nistrasi sebagai;mana dimaksud pada ayat (2) diatur oleh Gubernur atau pejabat yang ditunjuk.

BAB IX

KERINGANAN DAN PEMBEBASAN

Pasal 20

(1) Gubernur atau pejabat yang ditunjuk dapat memberikan keringanan dan pembebasan Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan:

(2) Tata cara pemberian keringanan dan pembebasan Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh Gubernur atau pejabat yang ditunjuk.

BAB X

KEBERATAN DAN BANDING

Pasal 21

(1) Wajib paJak dapat mengajukan keberatan kepada Gubernur atau pejabat yang ditunjuk atas suatu :

a. SKPD;

b. SKPDKB;

c. SKPDKBT;

d. SKPDLB.

(2) Permohonan keberatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan disertai alasan-alasan yang jelas paling lama 3(tiga) bulan sejak tanggal SKPD. SKPDKB, SKPDKBT, dan SKPDLB diterima wajib pajak Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan, kecuali apabila wajib pajak Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan dapat menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan diluar kuasanya;

(3) Gubernur atau pejabat yang ditunjuk berwenang menolak, atau menerima sebagian atau seluruhnya terdapat keberatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1);

(4) Dalam hal wajib pajak Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan mengajukan keberatan atas ketetapan pajak secara jabatan, Wajib Pajak harus dapat membuktikan ketidakbenaran ketetapan pajak tersebut;

(5) Pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak menunda kewajiban membayar pajak tersebut;

Pasal 22

(1) Gubernur atau pejabat yang ditunjuk dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sejak tanggal surat keberatan diterima, harus memberi keputusan atas keberatan yang diajukan;

(2) Keputusan Gubernur atau pajabat yang ditunjuk atas keberatan dapat berupa menerima seluruhnya atau sebagian, menolak atau menambah besarnya pajak yang terutang;

(3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) telah lewat dan Gubernur atau pejabat yang ditunjuk tidak memberi suatu keputusan, keberatan yang diajukan tersebut dianggap dikabulkan.

Pasal 23

(1) Wajib Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan dapat mengajukan permohonan banding kepada Badan Penyelesaian Sengketa Pajak terhadap keputudan mengenai keberatannya yang ditetapkan oleh Gubernur atau Pejabat yang ditunjuk:

(2) Pengajuan permohonan banding tidak menunda kewajiban membayar pajak.

Pasal 24

Apabila penajuan keberatan atau pemohonan banding dikabulkan sebagian atau seluruhnya, kelebihan pembayaran pajak dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2 % (dua persen) sebulan, untuk jangka waktu paling lama 24(dua puluh empat) bulan.

BAB XI

PENGHAPUSAN PIUTANG PAJAK

Pasal 25

Tata cara penghapusan piutang pajak dan penetapan besarnya penghapusan diatur oleh Gubernur sesuai dengan peraturan perudang-undangan perpajakan daerah yang berlaku.

BAB XII

PENGAMBILAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK

Pasal 26

(1) Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pengambalian kelebihan pembayaran pajak kepada Gubernur atau pejabat yang ditunjuk;

(2) Gubernur atau pejabat yang ditunjuk dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak diterimanya permohonan pengambilan kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus memberikan keputusan;

(3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam (2) dilampaui, Gubernur atau pejabat yang ditunjuk tidak memberikan keputusan, permohonan pengambilan kelebihan pembayaran pajak dianggap dikabulkan dan SKPDLB harus diterbitkan dalam waktu paling lama 1 (satu) bulan;

(4) Apabila Wajib Pajak mempunyai utang Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan lainnya, kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) langsung diperhitungkan untuk melunasi terlebih dahulu utang pajak dimaksud;

(5) Pengembalian kelebihan pembayaran Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan dilakukan dalam waktu paling lama 60 (enam puluh) hari sejak diterbitkannya SKPDLB, dengan menerbitkan Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak;



(6) Apabila Pengembalian kelebihan pembayaran Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan dilakukan setelah lewat waktu 60 (enam puluh) hari sejak diterbitkannya SKPDLB, Pemerintah Propinsi memberikan imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan keterlambatan pembayaran kelebihan pajak.) sebulan keterlambatan pembayaran kelebihan pajak.

Pasal 27

(1) Hasil Penerimaan Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan diberikan kepada ;

a. Pemerintah Propinsi sebesar 30% (tiga puluh persen)

b. Pemerintah Kabupaten/ Kota sebesar 70% tujuh puluh persen)

(2) Tata cara pembagian penerimaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Gubernur.

BAB XIII

KADALUWARSA

Pasal 28

(1) Hak untuk melakukan penagihan Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan, kadaluwarsa setelah melampaui jangka waktu 5 (lima) tahun terutang sejak saat terutangnya pajak, kecuali apabila Wajib Pajak melakukan tindakan pidana dibidang perpajakan daerah;

(2) Kadaluwarsa penagihan Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan sebagaiman dimaksud dalam ayat (1) tertangguh apabila :

c. Diterbitkannhya Surat Teguran dan Surat Paksa atau ;

d. Ada pengakukakn utang Wajib Pajak baik langsung maupun tidak

langsung.

BAB XIV

BIAYA PEMUNGUTAN

Pasal 29

(1) Dalam rangka kegiatan pemungutan Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan diberikan biaya pungutan paling tinggi sebesar 5% (lima persen);

(2) Pedoman tentang alokasi biaya pemungutan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh Gubernur.


BAB XV

PEMERIKSAAN

Pasal 30

(1) Gubernur atau pejabat yang ditunjuk berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan daerah dalam rangka melaksanakan perundang-undangan perpajakan daerah;

(2) Tata cara pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan lebih lanjut oleh Gubernur.

BAB XVI

KETENTUAN PIDANA

Pasal 31

(1) Wajib Pajak yang karena kkealpaannya tidak menyampaikan SPTPD ata;u mengisi dengan tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak benar sehingga merugikan keuangan daerah dapat dipidana dengan kurungan palang lama 1 (satu) tahun dan atau denda palaing banyak 2 (dua) kali jumlah pajak yang terutang;

(2) Wajib Pajak yang dapat sengaja tidak menyampaikan SPTPD atau mengisi dengan tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak benar sehingga merugikan keuangan daerah dapat dipidana dengan penjara paling lama 2(dua) tahun dan atau denda paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak yang terutang;

(3) Tindak pidana di bidang perpajakan daerah tidak dituntut setelah melampaui jangka waktu 10 (sepuluh) tahun sejak saat teruktangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak.

BAB XVII

P E N Y I D I K A N

Pasal 32

(1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintahan Daerah diberi wewenang khusus sebagai Penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana dibidang perpajakan Daerah sebagaimana dimaksud dalam undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tetang Hukum Acara Pidana;

(2) Dalam melaksanakan tugas penyidikan, para penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berwenang :

a. Menerima, mencari, mungumpulkan, dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana di bidang perpajakan Daerah agar laporan berkenaan dengan tindak pidana di bidang perpajakan Daerah agar keterangan atau Laporan tersebut menjadi lengkap dan jelas;

b. Meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perubahan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana perpajakan daerah;

c. Meminta keterangan dan bahan bukti orang pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana di bidang Perpajakan Daerah;

d. Memeriksa buku-buku, catatan-catatan dan dokumen-dokumen lain berkenan dengan tindak pidana di bidang Perpajakan Daerah;

e. Melakukan pengeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan, dan dokumen-dokumen lain serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut;

f. Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang Perpajakan Daerah;

g. Meyuruh berhenti, melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud pada huruf e;

h. Memotret seseorang yang berkaitan dengan tidak pidang Perpajakan Daerah;

i. Memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebabgai tersangka atau saksi;

j. Menghentikan penyidikan;

k. Melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana di bidang Perpajakan Daerah menurut hukum yang dapat dipertanggung jawabkan;


(3) Penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut umum, sesuai dengan Ketentuan yang diatur dalam Undang-undang nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.

BAB XVIII

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 33

(1) Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini, sepanjang mengenai pelaksaannya diatur lebih lanjut oleh Gubernur;

(2) Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penetapannya dalam Lembaran Daerah Propinsi Kalimantan Timur.

Disahkan di Samarinda

Pada tanggal 14 Agustus 2002

GUBERNUR KALIMANTAN TIMUR,


H. SUWARNA AF

Diundangkan di Samarinda

Pada tanggal 14 Agustus 2002

SEKRETARIS DAERAH PROPINSI

KALIMANTAN TIMUR,

H. SYAIFUL TETENG

LEMBARAN DAERAH PROPINSI KALIMANTAN TIMUR TAHUN 2002 NOMOR 09

DI SALIN OLEH : alfianalif@ymail.com / NO HP : 08125818794.

Tidak ada komentar:

Daftar Blog Saya